Di tulis Oleh Ustadz Kharisman
Berikut ini adalah
panduan ringkas dan sebagian dalam bentuk tanya jawab tentang amalan di
bulan Dzulhijjah untuk kaum muslimin yang tidak berhaji. Penjelasan
adalah seputar amalan di 10 hari awal bulan Dzulhijjah secara umum, shaum (puasa) Arafah, ibadah qurban, dan sholat Iedul Adha.
Keutamaan Amalan di 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah adalah saat-saat terbaik untuk beramal sholeh. Sebagian Ulama
menjelaskan bahwa amalan terbaik yang dilakukan di waktu malam (dari
terbenam matahari hingga terbit fajar) adalah pada saat 10 hari terakhir
bulan Ramadhan dalam upaya mendapat Lailatul Qodar. Sedangkan untuk
siang hari (dari terbit Fajar sampai terbenam matahari), amal sholeh
yang terbaik adalah yang dilakukan di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah
(Tafsir Ibnu Katsir).
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ
قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ
يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
Dari Ibnu Abbas dari Nabi
shollallaahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda: “Tidaklah ada
suatu amalan yang lebih utama dikerjakan pada hari-hari ini (10 hari
pertama Dzulhijjah). Para Sahabat bertanya: Apakah juga tidak bisa
dikalahkan oleh Jihad fii Sabiilillah? Nabi bersabda: Tidak juga jihad
fii sabiilillah , kecuali seseorang yang keluar (untuk berjihad) dengan
jiwa dan hartanya kemudian tidak kembali sedikitpun (H.R alBukhari)
Segala macam bentuk ibadah
bisa diperbanyak sesuai dengan tuntunan Nabi. Bisa dalam bentuk sholat
Sunnah, dzikir, shodaqoh, puasa Sunnah (selain di tanggal 10
Dzulhijjah), ataupun amal sholeh yang lain.
Bagi seseorang kepala
keluarga yang akan berkurban, pada awal masuk bulan Dzulhijjah,
hendaknya ia tidak memotong kuku dan rambut yang ada pada tubuhnya,
sesuai dengan hadits:
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Jika masuk 10 awal Dzulhijjah, dan
seseorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah mengambil rambut
dan kulitnya sedikitpun” (H.R Muslim)
KEUTAMAAN SHOUM ARAFAH
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“dan (Nabi) ditanya
tentang puasa hari Arafah maka beliau bersabda: Menghapus dosa tahun
yang lalu dan yang akan datang” (H.R Muslim).
Disunnahkan untuk shoum pada hari Arafah (9 Dzulhijjah), dan diharamkan puasa pada 10,11,12, dan 13 Dzulhijjah.
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَالنَّحْرِ
Dari Abu Said al-Khudry
–radliyallahu ‘anhu-beliau berkata: Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam
melarang puasa pada Iedul Fitri dan Iedul Adha “(H.R al-Bukhari).
عَنْ
نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
Dari Nubaisyah al-Hudzaliy
beliau berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum (H.R Muslim)
QURBAN:
1. Apakah hukum melakukan qurban bagi yang mampu?
Jawab: Hukumnya adalah Sunnah Muakkadah
(ditekankan), Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam setiap tahun selalu
berkurban. Namun, tidak sampai taraf wajib, karena Nabi menyatakan:
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Jika masuk 10 awal
Dzulhijjah, dan seseorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah
mengambil rambut dan kulitnya sedikitpun” (H.R Muslim)
Dalam hadits tersebut Nabi menyatakan : “ dan seseorang dari kalian ‘ingin’ berkurban”, jika merupakan kewajiban, Nabi tidak mengkaitkannya dengan ‘keinginan’.
Sedangkan hadits yang menyatakan:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barangsiapa yang memiliki
kelapangan, sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat
musholla kami” (H.R Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim).
Hadits tersebut (selain juga mauquf,
sebagai ucapan Abu Hurairah, bukan ucapan Nabi) tidak secara tegas
menunjukkan keharaman bagi yang meninggalkannya, karena sama dengan
hadits:
مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا
“Barangsiapa yang makan bawang hendaknya menjauh dari masjid kami” (muttafaqun ‘alaih).
Tidak ada seorang Ulama’ pun yang
mengharamkan makan bawang berdasarkan hadits tersebut (Faidah ini
diambil dari Fatwa Syaikh Bin Baz rahimahullah).
Selain itu, Abu Bakar dan Umar pernah
tidak berukurban sebagai contoh agar orang tidak menganggapnya sebagai
kewajiban (Tafsir al-Qurthuby 15/108)/.
Berkurban menjadi wajib jika seseorang telah bernadzar sebelumnya.
2. Apakah keutamaan berkurban?
Jawab: Berkurban
keutamaannya sangat besar. Bahkan, Imam Ahmad berpendapat sejumlah uang
yang dikeluarkan untuk penyembelihan kurban lebih utama dibandingkan
nominal yang sama yang dikeluarkan untuk shodaqoh yang lain (Tafsir
al-Qurthuby 15/108).
Ibnul Aroby menyatakan bahwa tidak ada
satu hadits pun yang shahih yang terkait dengan keutamaan berkurban
(Tuhfatul Ahwadzi juz 5 halaman 63).
Kalaulah tidak ada keutamaan lain selain
karena Nabi mencontohkannya dan senantiasa melakukannya, maka cukuplah
itu sebagai keutamaan. Karena menjalankan Sunnah Nabi menjadi sebab
datangnya kecintaan dan ampunan Allah:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah, jika kalian mencintai
Allah, maka ikutilah aku (Nabi Muhammad), niscaya Allah akan mencintai
kalian dan mengampuni dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Q.S Ali Imran: 31).
3. Jika
seseorang mampu, apakah yang disunnahkan dia berkurban untuk setiap
anggota keluarganya satu binatang kurban, atau mencukupkan satu untuk
seluruh keluarganya?
Jawab: Yang disunnahkan
adalah seseorang berkuban satu untuk seluruh anggota keluarganya yang
berada dalam 1 rumah. Hal ini berdasarkan hadits:
عَنْ
عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ
كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا فِيكُمْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ
أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ
فَصَارَ كَمَا تَرَى
Dari Atho’ bin Yasar
beliau berkata: Aku bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshori tentang
bagaimana penyembelihan (kurban) yang kalian lakukan di masa Nabi
shollallaahu alaihi wasallam? Beliau berkata: seseorang laki-laki di
masa Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam berkurban satu domba untuk
dirinya dan untuk keluarganya (ahlul bait). Mereka makan dan memberi
makan (darinya), kemudian manusia bermegah-megah seperti yang kamu lihat
(H.R atTirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik)
Jika seorang anak yang telah
berkeluarga tinggal satu rumah bersama kedua orang tuanya, maka cukup
berkurban 1 binatang kurban untuk seluruh penghuni rumah, sebagaimana
difatwakan oleh Fatwa alLajnah adDaimah (11/404).
Jika seseorang memiliki anggota keluarga
yang sangat banyak, satu binatang kurban sudah mencukupi, namun jika
menyembelih lebih dari satu, maka itu lebih utama (Fatwa alLajnah
adDaimah (11/408)).
0 komentar:
Posting Komentar